1.13 BURUNG JALAK BALI
Jalak Bali (Leucopsar rothschildi)
atau disebut juga Curik Bali adalah sejenis burung sedang dengan
panjang lebih kurang 25 cm. Burung pengicau berwarna putih ini merupakan
satwa endemik Indonesia yang hanya bisa ditemukan di Pulau Bali bagian
barat. Burung ini juga merupakan satu-satunya satwa endemik Pulau Bali
yang masih tersisa setelah Harimau Bali dinyatakan punah. Sejak tahun
1991, satwa yang masuk kategori “kritis” (Critically Endangered) dalam Redlist IUCN dan nyaris punah di habitat aslinya ini dinobatkan sebagai fauna identitas (maskot) provinsi Bali.
Jalak Bali ditemukan pertama kali
oleh Dr. Baron Stressmann seorang ahli burung berkebangsaan Inggeris
pada tanggal 24 Maret 1911. Nama ilmiah Jalak Bali (Leucopsar rothschildi)
dinamakan sesuai dengan nama Walter Rothschild pakar hewan
berkebangsaan Inggris yang pertama kali mendiskripsikan spesies pada
tahun 1912.
Burung Jalak Bali ini mudah
dikenali dengan ciri-ciri khusus, di antaranya memiliki bulu yang putih
di seluruh tubuhnya kecuali pada ujung ekor dan sayapnya yang berwarna
hitam. Jalak Bali memiliki pipi yang tidak ditumbuhi bulu, berwarna biru
cerah dan kaki yang berwarna keabu-abuan. Antara burung jantan dan
betina serupa.
Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) merupakan
satwa yang secara hidupan liar (di habitat aslinya) populasinya amat
langka dan terancam kepunahan. Diperkirakan jumlah spesies ini yang
masih mampu bertahan di alam bebas hanya sekitar belasan ekor saja.
Karena itu, Jalak Bali memperoleh
perhatian cukup serius dari pemerintah Republik Indonesia, yaitu dengan
ditetapkannya makhluk tersebut sebagai satwa liar yang dilindungi oleh
undang-undang. Perlindungan hukum untuk menyelamatkan satwa tersebut
ditetapkan berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
421/Kpts/Um/8/1970 tanggal 26 Agustus 1970. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
Satwa Jalak Bali merupakan satwa yang dilarang diperdagangkan kecuali
hasil penangkaran dari generasi ketiga (indukan bukan dari alam).Dalam
konvensi perdagangan internasional bagi jasad liar CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) Jalak Bali terdaftar pada Apendix I, yaitu kelompok yang terancam kepunahan dan dilarang untuk diperdagangkan. Sedang IUCN (International Union for Conservation of Natur and Natural Resources) memasukkan Jalak Bali dalam kategori “kritis” (Critically Endangered)
yang merupakan status konservasi yang diberikan terhadap spesies yang
memiliki risiko besar akan menjadi punah di alam liar atau akan
sepenuhnya punah dalam waktu dekat.
Kepunahan Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) di
habitat aslinya disebabkan oleh deforestasi (penggundulan hutan) dan
perdagangan liar. Bahkan pada tahun 1999, sebanyak 39 ekor Jalak Bali
yang berada di pusat penangkaran di Taman Nasional Bali Barat, di
rampok. Padahal penangkaran ini bertujuan untuk melepasliarkan satwa
yang terancam kepunahan ini ke alam bebas.
Untuk menghindari kepunahan,
telah didirikan pusat penangkaran yang salah satunya berada di Buleleng,
Bali sejak 1995. Selain itu sebagian besar kebun binatang di seluruh
dunia juga menjalankan program penangkaran Jalak Bali. Tetapi tetap
muncul sebuah tanya di hati saya; mungkinkah beberapa tahun ke depan
kita hanya akan menemui Jalak Bali, Sang Maskot Bali, di balik
sangkar-sangkar kebun binatang.
1.14 BURUNG ENGGANG
Enggang (Allo, Ruai/Arue sebutan
bagi orang dayak) adalah jenis burung yang ada di pulau Borneo. Burung
enggang memiliki ukuran tubuh cukup besar, yaitu sekitar 100 cm. Ada
sekitar 8 jenis burung enggang dengan warna tubuh perpaduan antara hitam
dan putih, sedangkan warna paruhnya merupakan perpaduan warna kuning,
jingga dan merah. Ciri khas dari burung ini adalah adanya cula paruh
(casque) yang tumbuh di atas paruhnya. Burung yang makanannya buah ara
ini mempunyai tingkah laku bersarang yang khusus.
Burung enggang mempunyai kebiasaan hidup berpasang-pasangan dan cara bertelurnya merupakan suatu daya tarik tersendiri.Pada
awal masa bertelur burung jantan membuat lubang yang terletak tinggi
pada batang pohon untuk tempat bersarang dan bertelurnya burung
betina.kemudian burung jantan memberi makan burung betinanya melalui
sebuah lubang kecil selama masa inkubasi, dan berlanjut sampai anak
mereka tumbuh menjadi burung muda.
Mengapa burung Enggang ini di
jadikan sebagai simbol oleh suku dayak? Burung ini menyimbolkan suku
dayak layaknya burung Merpati menyimbolkan kesucian dan keabadian dalam
keagamaan Kristiani. Karena itu pula, burung enggang ini dijadikan
sebagai contoh kehidupan bagi orang dayak untuk bermasyarakat agar
selalu mencintai dan mengasihi pasangan hidupnya dan mengasuh anak
mereka hingga menjadi seorang dayak yang mandiri dan dewasa. Namun
sekarang ini burung enggang merupakan burung langka yang sudah sangat
sulit di temui di hutan borneo, ini dikarenakan pengerusakan hutan
borneo yang terus-menerus terjadi, seperti penebangan hutan baik illegal
logging maupun untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit. Nasib
burung enggang ini sekarang sama seperti nasib suku Dayak di borneo yang
semakin terpinggirkan di tanahnya sendiri. Sekarang burung ini hanya
sebagai simbol dan hanya dapat dilihat dalam suatu rekaman gambar yang
menunjukkan masa kejayaannya dimasa lampau.
Burung ini hanya dapat dilihat
sebagai simbol yang dilukiskan berupa motif seperti pada gambar ini.
Kasihan sekali nasib mereka. Sebagian yang tersisa darinya hanya sebuah
gambar dan segelintir bagian paruh dan bulu yang tetap di simpan rapi
oleh masyarakat suku dayak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar