1.15 BURUNG KUAU
Burung kuau, burung yang sangat
indah dan mempesona. Dia bukanlah burung merak. Karena keindahannya
burung ini menjadi maskot propinsi Sumatera Barat. Tapi populasinya di
alam sangat memprihatin. Beberapa strain species kuau ini ada di pulau
kalimantan dan peninsular malaya, perbedaannya ada di warna dan corak
bulunya. Di kalimantan bulu ekornya menjadi salah satu aksesoris baju
tradisional selain bulu burung enggang.
Kulit di sekitar kepala dan leher
pada yang jantan biasanya tidak ditumuhi bulu dan berwarna kebiruan.
Pada bagian occipital (bagian belkang kepala) betina mempunyai bulu
jambul yang lembut. Paruh berwarna kuning pucat dan sekitar lobang
hidung berwarna kehitaman. Iris mata berwarna merah. Warna kaki
kemerahan dan tidak mempunyai taji/susuh.
Suara burung ini sangat lantang
sehingga dapat terdengar dari kejauhan lebih dari satu mil. Suara yang
jantan dapat dibedakan karena mempunyai interval pengulangan yang
pendek. Sedangkan yang betina suaranya mempunyai pengulangan dengan
interval semakin cepat dan yang terakhir suaranya panjang sekali. Burung
ini mempunyai suara tanda bhaya yang cirinya pendek, tajam dan
merupakan alunan yang parau.
Burung ini suka hidup di kawasan
hutan, mulai dari dataran rendah sampai pada ketinggian sekitar 1.000 m
dpl. Penyebaran burung ini adalah di Sumatera dan Kalimantan. Juga
terdapat di Asia Tenggara. Makanannya terdiri dari buah-buahan yang
jatuh, biji-bijian, siput, semut dan berbagai jenis serangga. Burung ini
juga suka mencari sumber air untuk minum sekitar jam sebelas siang.
Burung ini bertelur yang biasanya
berjumlah dua butir, warna telurnya krem atau kuning keputihan dengan
bercak-bercak kecil diseluruh permukaan. Ukurannya sekitar 66 x 47 mm.
Telur ini dierami oleh betina selama kurang lebih 25 hari. Anak burung
ini akan mencapai tingkat dewasa kurang lebih dalam satu tahun.
1.16 BURUNG ELANG JAWA
Burung Elang Jawa (Spizaetus bartelsi)
merupakan salah satu spesies elang berukuran sedang yang endemik
(spesies asli) di Pulau Jawa. Satwa ini dianggap identik dengan lambang
negara Republik Indonesia, yaitu Garuda. Dan sejak 1992, burung ini
ditetapkan sebagai maskot satwa langka Indonesia. Pertama kali saya
menyaksikan penampakan burung Elang Jawa secara langsung pada
pertengahan tahun 2005 di sekitar air tiga raksadi Gunung Muria Jawa
Tengah. Sayang, sampai sekarang saya belum berkesempatan untuk
menyaksikannya untuk yang kedua kali.
Secara fisik, Elang Jawa memiliki
jambul menonjol sebanyak 2-4 helai dengan panjang mencapai 12 cm, karena
itu Elang Jawa disebut juga Elang Kuncung. Ukuran tubuh dewasa (dari
ujung paruh hingga ujung ekor) sekitar 60-70 sentimeter, berbulu coklat
gelap pada punggung dan sayap. Bercoretan coklat gelap pada dada dan
bergaris tebal coklat gelap di perut. Ekornya coklat bergaris-garis
hitam.
Ketika terbang, Elang Jawa hampir serupa dengan Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus)
bentuk terang, namun cenderung nampak lebih kecoklatan, dengan perut
terlihat lebih gelap, serta berukuran sedikit lebih kecil. Bunyi nyaring
tinggi, berulang-ulang, klii-iiw atau ii-iiiw, bervariasi antara satu
hingga tiga suku kata. Atau bunyi bernada tinggi dan cepat
kli-kli-kli-kli-kli. Sedikit banyak, suaranya ini mirip dengan suara
Elang Brontok meski perbedaannya cukup jelas dalam nadanya.
Gambaran lainnya, sorot mata dan
penglihatannya sangat tajam, berparuh kokoh, kepakan sayapnya kuat,
berdaya jelajah tinggi, dan ketika berdiam diri sosoknya gagah dan
berwibawa. Kesan “jantan” itulah yang barangkali mengilhami 12 negara
menampilkan sosok burung dalam benderanya. Bersama 19 negara lain,
Indonesia bahkan memakai sosoknya sebagai lambang negara dengan burung
mitologis garuda
Populasi burung Elang Jawa di alam
bebas diperkirakan tinggal 600 ekor. Badan Konservasi Dunia
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengategorikannya terancam punah. Konvensi
Perdagangan Internasional untuk Flora dan Fauna yang Terancam Punah
memasukkannya dalam Apendiks 1 yang berarti mengatur perdagangannya
ekstra ketat. Berdasarkan kriteria keterancaman terbaru dari IUCN, Elang
Jawa dimasukan dalam kategori Endangered atau “Genting” (Collar et al.,
1994, Shannaz et al., 1995). Melalui Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun
1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional, Pemerintah RI mengukuhkan Elang
Jawa sebagai wakil satwa langka dirgantara.
Habitat burung Elang Jawa hanya
terbatas di Pulau Jawa, terutama di wilayah-wilayah dengan hutan primer
dan di daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan
pegunungan.
Bahkan saat ini, habitat burung
ini semakin menyempit akibat minimnya ekosistem hutan akibat perusakan
oleh manusia, dampak pemanasan global dan dampak pestisida. Di Jawa
Barat, Elang Jawa hanya terdapat di Gunung Pancar, Gunung Salak, Gunung
Gede Pangrango, Papandayan, Patuha dan Gunung Halimun.
Di Jawa Tengah Elang Jawa terdapat
di Gunung Slamet, Gunung Ungaran, Gunung Muria, Gunung Lawu, dan Gunung
Merapi, sedangkan di Jawa Timur terdapat di Merubetiri, Baluran, Alas
Purwo, Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru, dan Wilis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar